MerapiNews.com.-Malam belum sempurna menyentuh pagi, tatkala kaki ini melangkah merayapi pasir dan bebatuan. Halimun basah dan terpaan angin mencipta gigil dingin. Namun semangat kami tak surut. Perlahan namun pasti kami terus bergerak, berusaha menggapai puncak gunung paling aktif di Indonesia, Gunung Merapi.
Berdiri dengan tegak di utara Yogyakarta, Gunung Merapi seolah-olah
memamerkan kegagahannya dan memanggil untuk dihampiri. Saya pun tak tahan dengan
godaannya. Hingga akhirnya pada suatu sore yang cerah saya dan beberapa kawan
pun memutuskan untuk menjawab panggilan Merapi. Setelah mempersiapkan
rencana fun trekking sejak jauh-jauh hari, kami pun memacu
kendaraan menuju basecamp Barameru di Selo, Boyolali.
Merapi, sebuah gunung berapi aktif dengan ketinggian 2.968 meter
di atas permukaan air laut dan sempat membuat geger masyarakat disekitarnya
pada tahun 2010 silam. Dimana pada saat itu Sang Mahaguru Merapi mengeluarkan
lahar dan awan panasnya ke arah selatan dan memakan banyak korban jiwa. Bahkan
Mbah Maridjan sang juru kunci pun turut menjadi korban terjangan wedus
gembel yang meluluhlantahkan lereng selatan Gunung Merapi.
Bukan kali ini Gunung Merapi memuntahkan material vulkanik dan
meluluhlantakkan permukiman warga. Hal itu sudah terjadi berulang-ulang dan
memiliki siklusnya sendiri. Meski begitu masyarakat di sekitar lereng Merapi
enggan berpindah dari kawasan tersebut. Bagi mereka Gunung Merapi adalah sosok
ibu sekaligus mahaguru yang tidak bisa ditinggalkan. Usai erupsi, Merapi pasti
akan menyuburkan ladang-ladang warga dan memberikan hasil yang berlipat ganda.
Gunung Merapi bukan sekedar fenomena alam. Ada kebudayaan dan
kepercayaan yang tumbuh berimpit disana. Pantai Selatan, Keraton Yogyakarta,
dan Gunung Merapi berada dalam satu garis lurus yang dihubungkan oleh sumbu
imajiner. Masyakarat Jawa mempercayai bahwa Laut Selatan melambangkan elemen
air, Gunung Merapi elemen api, dan Keraton adalah penyeimbangnya. Ketiganya
dikenal sebagai trinitas kosmologi. Dan kali ini saya akan merayapi elemen api
itu dengan segala keelokannya.
Pendakian Gunung
Merapi Pun Dimulai
Para pendaki Gunung Merapi.
(Benedictus Oktaviantoro/Maioloo.com)
Sebelum memulai pendakian, kamu wajib lapor ke pos Barameru yang
menjadi basecamp pendakian Gunung Merapi di jalur utara atau Selo. Selain jalur
Selo, sebenarnya ada juga jalur pendakian lain seperti Deles (Klaten), jalur
Babadan (Magelang), dan jalur Kinahrejo (Yogyakarta). Namun akibat lebatnya
vegetasi dan juga erupsi 2006, jalur-jalur tersebut sudah tidak laik pakai.
Sehingga jalur paling populer, paling aman, dan paling mudah adalah jalur Selo,
Boyolali.
Selain lapor, kamu juga bisa repacking barang
bawaan kamu, memesan makanan ataupun minuman hangat, dan mencari teman
perjalanan menuju puncak Merapi. Selain itu, jika kamu membutuhkan jasa guide atau porter, kamu
juga bisa minta tolong ke pada Mbah Min (pemilik rumah/base camp Barameru)
untuk mencarikannya.
Jasa guide pendakian Merapi di bandrol Rp
300.000 dan jasa porter Rp 125.0000 dengan beban tertentu. Jika butuh trekking
pole, perkumpulan guide Gunung Merapi juga telah
menyediakannya. Cukup dengan Rp 15.000 untuk sekali jalan.
Setelah anggota tim lengkap, saya dan kawan-kawan mulai menata
ulang barang bawaan dan melakukan pemanasan serta peregangan otot. Hal ini
penting dilakukan ketika kita akan melakukan kegiatan yang membutuhkan kekuatan
fisik dalam skala besar. Apa lagi ketika mendaki gunung seperti sekarang ini.
Tatkala jam digital menunjukkan angka 22.00 WIB, kami pun mulai
bergerak. Jalur beraspal dengan kemiringan yang curam menjadi sambutan pembuka
yang berat dan cukup mengagetkan. Nafas kami pun menjadi tersengal-sengal.
Tetapi jalur beraspal ini kami jadikan proses aklimatisasi tubuh dengan suhu
udara dan ketinggian di lereng utara Gunung Merapi.
Welcome sign dengan tulisan New Selo
seperti di Gunung Lee, Griffith Park, Los Angeles dengan tulisan Hollywood-nya
pun kami lalui. Sebelumnya kami sempat berhenti sejenak untuk mengatur nafas
serta detak jantung yang mulai berpacu dengan hebatnya karena jalan beraspal
tadi dan tebalnya kabut yang sedikit mengganggu pernapasan saat itu. Tak ingin
berlama-lama. Kami pun meneruskan pendakian menuju Pos 1 Gunung Merapi.
Perjalanan dari welcome sign New Selo menuju
Pos 1 kami tempuh sekitar 2 jam. Jalan yang tadinya aspal lebar berganti
menjadi jalan setapak berbatu. Jurang di sebelah kiri jalan menemani perjalanan
kami. Sesampainya di atas kami bertemu dengan kebun warga yang ditanami kol dan
tembakau. Jalan setapak landai menjadi bonus perjalanan. Cukup untuk menghela
nafas dan membenarkan posisi ransel kami. Setelah melewati ladang penduduk, ada
gapura selamat datang bagi para pendaki Gunung Merapi dan hutan pinus yang lebat
mengiringi perjalanan kami.
Jalur Pendakian Gunung
Merapi Pos 1 – Pos 2
Dari Pos 1 ke Pos 2 kami memakan waktu sekitar 1,5 jam. Jalur
ini didominasi oleh pepohonan kayu dan bebatuan dengan tingkat kemiringan tanah
bermacam-macam, dari landai hingga terjal. Hati hati juga di jalur ini, karena
di beberapa lokasi jalur berada di gigir jurang. Jika kamu melakukan pendakian
di malam hari, persiapkan betul alat penerangan seperti senter atau headlamp supaya
jalur pendakian terlihat jelas.
Jalur Pendakian Gunung
Merapi Pos 2 – Watu Gajah
Dari Pos 2 ke Watu Gajah, kami memakan waktu sekitar 1,5 jam.
Sebenarnya terdapat dua jalur yang bisa digunakan untuk mencapai Watu Gajah
dari Pos 2. Jalur pertama sedikit landai tetapi lebih jauh dan tembusnya
setelah Watu Gajah, sedangkan jalur kedua lebih ekstrim karena memiliki
kemiringan tanah hampir 50° dan didominasi oleh batuan vulkanik.
Di Pos Watu Gajah ini kami bersama rekan-rekan tidak mendirikan
tenda, hanya bersembunyi di balik batu besar sembari memasak minuman menggunakan
kompor lapangan. Saat itu bulan Juli, dimana bulan tersebut adalah bulan yang
cocok untuk mendaki gunung di Indonesia karena cuaca sangat terang dan cerah
serta minim hujan. Ketika melihat ke atas, taburan bintang berserakan menghiasi
gelapnya semesta. Angin bergerak dari lembah menuju gigir, kadang perlahan dan
kadang kencang. Suaranya menciptakan harmoni alam yang indah.
Taburan gemintang dan gugusan Bima Sakti serta langit yang
tadinya biru gelap perlahan menghilang dan tergantikan oleh cahaya keemasan
yang berasal dari ufuk timur. Samar-samar nampak Gunung Lawu menjelma siluet
dan jutaan lampu kota Surakarta yang masih terlihat tegas sebagai foreground.
Di sisi barat, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Dataran Tinggi
Dieng, dan Gunung Selamet juga nampak gagah karena terpapar bias sinar sang
surya. Di sisi utara, jelas dan tegas terlihat Gunung Merbabu. Dan yang
terakhir di sisi utara, sebuah gundukan batu besar nan gagah yang sering
mengeluarkan isi perutnya ke berbagai penjuru dan sudah banyak memakan korban
tetapi selalu di sayang oleh masyarakat sekitar, puncak Gunung Merapi.
Sebuah kombinasi sempurna yang sayang jika dilewatkan. Dari
semua penjuru jalur pendakian Gunung Merapi, Watu Gajah merupakan tempat yang
sempurna untuk menyambut pagi. Saya pun serasa enggan beranjak dari lokasi ini
karena tak ada puasnya menikmati pesona lanskap yang tersaji.
Jalur Pendakian Gunung
Merapi Watu Gajah – Puncak Gunung Merapi
Sebelum sang surya mulai meninggi, kami pun meneruskan langkah
menuju Puncak Merapi. Dari Pos Watu Gajah ke Pasar Bubrah kami menempuh
perjalan sekitar 40 menit. Jalur ini tidak terlalu sulit dan relatif landai
tetapi sudah tidak ada vegetasi yang mampu menjadi penghalang angin.
Sesampainya di Pasar Bubrah kami beristirahat terlebih dahulu
dan sesekali mengabadikan lanskap di sekitar. Ribuan tahun silam, Pasar Bubrah
merupakan kawah utama Gunung Merapi. Kini kawasan ini berubah menjadi hamparan
pasir dan batuan dengan ukuran yang sangat luas. Tiap 17 Agustus, kawasan Pasar
Bubrah ini dijadikan lokasi upacara.
Dari Pasar Bubrah kami pun melanjutkan perjalanan menuju Puncak
Gunung Merapi. Ada sedikit kemiripan dengan jalur menuju Puncak Gunung Semeru,
yakni jalur pasir. Karena itu siapapun harus berhati-hati. Carilah pijakan yang
kokoh agar kaki kita tidak terperosok atau terpendam di hamparan pasir. Jika
tidak yakin dengan pijakan dan memang tidak ada pilihan untuk melangkah,
alangkah baiknya merangkak agar aman. Jangan lupa untuk tetap memperhatikan
atas ketika ada pendaki lain supaya bisa menghindari batu yang terlontar.
Setelah 1 jam mendaki dengan susah payah, kami pun mulai mencium
aroma belerang yang cukup kuat, pertanda puncak semakin dekat. Ternyata benar,
kami sudah tiba di puncak. Rasa lelah dan sakit di kaki akibat gesekan pasir
yang masuk ke dalam sepatu serta berat beban di punggung membawa ransel hilang
ketika melihat kawah Gunung Merapi secara langsung. Mengerikan, takjub, bangga
dan semua rasa melebur menjadi satu di Puncak Gunung Merapi ini mengingat
kejadian 2010 silam.
Lokasi dan Akses
Gunung Merapi
Gunung Merapi terletak di dua provinsi, yakni di perbatasan Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada beberapa kalur pendakian yang bisa
digunakan untuk mencapai puncak Merapi, namun pendakian yang paling populer
sekaligus paling aman adalah pendakian dari Pos SAR Barameru (rumah Mbah Min),
Dusun Plalangan, Desa Jlatah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Jika kamu berangkat dari Yogyakarta, kamu bisa melewati rute
Jalan Magelang – Muntilan – Blabak – Ketep – Desa Jlatah (Basecamp Barameru).
Jika dari Boyolali, rute yang harus kamu lewati yakni Terminal
Boyolali – Pasar Cepogo – Desa Jlatah (Basecamp Barameru).
Sedangkan jika kamu datang dari arah semarang bisa melewati rute
Pasar Ampel – Pasar Cepogo – Desa Jlatah (Basecamp Barameru).
Tips Mendaki Gunung
Merapi
Mendaki gunung termasuk dalam jenis kegiatan luar ruangan dengan
resiko tinggi, karena itu kamu harus selalu berhati-hati dan mempersiapkan
kegiatan pendakian dengan baik. Berikut ini ada beberapa tips yang sebaiknya
kamu tahu dan kamu lakukan tatkala hendak mendaki Gunung Merapi.
·
Fisik yang prima merupakan salah satu kunci kesuksesan
pendakian. Karena itu ada baiknya kamu mempersiapkan fisikmu seminggu sebelum
pendakian. Peregangan otot dan jogging bisa menjadi olahraga yang mampu
mengurangi resiko kram atau keseleo di bagian otot.
·
Pilihlah waktu pendakian yang tepat, semisalpada bulan Juni
hingga Agustus. Pada saat itu tanah tidak terlalu berdebu dan pepohonan masih
terlihat hijau.
·
Lakukan pendaftaran ke pos retribusi/pos pendakian Gunung Merapi
yang sudah disediakan.
·
Bawalah perlengkapan pendakian sesuai standar dan bawalah
pakaian ganti untuk mengantisipasi bila basah.
·
Gunakanlah sepatu trekking atau minimal sepatu
olahraga. Disarankan tidak menggunakan sandal karena tidak bisa melindungi mata
kaki dan pergelangan kaki dari hentakan maupun gesekan.
·
Meski kamu hanya berencana melakukan pendakian dalam waktu
singkat, bawalah perbekalan air minum dan ransum yang mencukupi supaya tubuhmu
mendapatkan energi. Lebih baik sisa dari pada kurang.
·
Bila merasa kurang yakin dengan kemampuan, ajaklah teman yang
sudah berpengalaman di bidang pendakian gunung atau sewalah guide maupun
porter lokal.
·
Jumlah minimal dalam satu grup pendakian adalah 3 orang, lebih
banyak akan lebih baik. Pastikan diantara teman satu grupmu sudah ada yang
memiliki pengalaman mendaki gunung khususnya Gunung Merapi.
·
Jika ingin mendirikan tenda, carilah tempat yang landai serta
aman dari terjangan angin. Pastikan juga tendamu tidak menutup jalur yang
dilewati oleh pendaki lain.
sumber:
www.maioloo.com
0 komentar:
Posting Komentar